PGMI

Senin, 25 Maret 2013

Makalah - Identifikasi Bakat



BAB I
PENGERTIAN BAKAT
Dalam mendefinisikan kata “bakat” atau yang dalam bahasa Inggris berarti aptitude atau talent, para ahli telah memunculkan berbagai pendapat yang satu sama lain berbeda. Di bawah ini beberapa definisi tentang bakat, yaitu:
·         William B. Michael menyatakan bahwa An aptitude  may be define as a person’s capacity, or hypothetical potential, for acquisition of a certain more or less weeldefined pattern of behavior involved in the performance of a task respect to which the individual has had little or no previous training.
Menurut definisi di atas, Michael meninjau bakat itu terutama dari kemampuan individu untuk melakukan tugas, yang sedikit sekali tergantung kepada latihan mengenai hal tersebut.
·         Bingham mendefinisikan bahwa aptitude . . . as a condition or set of characteristics regarded as symptomatic of an individual’s ability to acquire with training some (usually specified) knowledge, skill, or set of responses such as the ability to speak a language, to produce music, . etc.
Dalam definisi di atas, Bingham menitikberatkan pada segi apa yang dapat dilakukan oleh individu, jadi segi performance, setelah individu mendapatkan latihan.
·         Woodworth dan Marquis mendefinisikan bahwa aptitude is predictable achievement and can be measured by specially devised test.
Bakat (aptitude) oleh Woodworth dan  Marquis dimasukkan dalam kemampuan (ability)[1]
·         Guilford menyatakan bahwa aptitude pertains to abilities to perform. there are actually as many abilities as there are actions to be performed, hence traits of this kind are very numerous
Pada intinya, Guilford pun menyatakan bahwa bakat itu berkaitan dengan kemampuan.
Perbedaan pendapat di atas sebenarnya tidak sebesar perbedaan rumusan-rumusan yang mereka kemukakan. Rumusan-rumusan yang berbeda-beda tersebut sebenarnya merupakan penyorotan masalah bakat itu dari sudut yang berbeda-beda. Jadi disamping adanya perbedaan antara pendapat yang satu dengan yang lain, pendapat-pendapat tersebut sebenarnya juga saling melengkapi.[2]
Selain itu, dapat pula diartikan bahwa bakat adalah potensi/kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir. Setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-beda. Seseorang yang berbakat musik mungkin di bidang lain ketinggalan.[3]
Bakat juga diartikan sebagai kemampuan khusus yang menonjol di antara berbagai jenis yang dimiliki seseorang. Kemampuan khusus itu biasanya berbentuk keterampilan atau sesuatu bidang ilmu, misalnya kemampuan khusus (bakat) dalam bidang seni musik, suara, olahraga, matematika, bahasa, ekonomi, teknik, keguruan, sosial, agama, dan sebagainya.[4]
Secara umum, bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan demikian, sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Jadi, secara global bakat itu mirip dengan inteligensi. Itulah sebabnya seorang anak yang berinteligensi sangat cerdas (superior) atau cerdas luar biasa (very superior), disebut juga sebagai talented child, yakni anak berbakat.
Dalam perkembangan selanjutnya, bakat diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan. Seorang siswa yang berbakat dalam bidang elektro, misalnya, akan jauh lebih mudah menyerap informasi, pengetahuan, dan keterampilan yang berhubungan dengan bidang tersebut dibanding dengan siswa lainnya. Inilah yang kemudian disebut bakat khusus (specific aptitude) yang konon tak dapat dipelajari karena merupakan karunia inborn (pembawaan sejak lahir).[5] 
Dapat disimpulkan bahwa bakat merupakan suatu kelebihan berupa kemampuan yang dimiliki seseorang dalam suatu bidang, yang mana dengan bakatnya tersebut ia tidak harus belajar dan berlatih dengan keras dalam bidang tersebut seperti orang lain yang tidak memiliki bakat sepertinya. Selain itu bakat dibawa oleh seseorang sejak lahir dan baru diketahui seiring perjalanan usianya.




BAB II
MEMAHAMI BAKAT
A.    Pentingnya Memahami dan Mengidentifikasi Bakat
Bakat memiliki peranan yang penting dalam menentukan keberhasilan hidup seseorang. Dengan bakat yang dimiliki, seseorang memiliki peluang besar untuk mengembangkan dirinya secara lebih maksimal.
Persoalannya, bakat itu tidak mudah untuk diidentifikasi. Banyak orang yang memiliki bakat tertentu tetapi tidak menyadari kalau dirinya sebenarnya memiliki bakat. Sering kita menemukan diri kita, atau orang lain, yang bertanya-tanya tentang bakat apa yang sebenarnya kita miliki. Bakat memang tidak muncul begitu saja, langsung dapat diidentifikasi, dan kemudian dikembangkan. Bakat merupakan sebuah potensi terpendam yang harus digali. Tanpa penggalian potensi terpendam ini, bakat hanya akan berhenti sebatas sebagai bakat semata.
     AN. Ubaedy (2007) memberikan perumpamaan yang menarik berkaitan dengan bakat ini. Bakat, menurut Ubaedy, seperti layaknya tambang emas (gold mine). Dari segi lokasi, sebagian tambang emas berada di lokasi yang sepertinya tidak mudah dijangkau oleh masyarakat umum.  Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat menemukan dan menjangkau lokasi tambang emas. Demikian juga dengan bakat. Ia sering berada di lokasi yang “tersembunyi” dalam diri manusia. Oleh karena lokasinya yang tersembunyi itu, maka ia sulit ditemukan, kecuali dengan usaha secara serius untuk mencari, menggali dan menemukannya.[6]
     Selain lokasinya yang tersembunyi, hal yang tidak kalah penting lainnya adalah keunikan emas di tambang emas. Kandungan emas di tambang emas itu menempel pada sebuah batu. Oleh karena posisinya yang menempel-menyatu, maka ia tidak langsung berbentuk emas sebelum diolah melalui serangkaian usaha dan kejelian. Studi ilmiah menjelaskan bahwa kandungan emas yang ada dalam diri manusia berada di lokasi yang terpencil, di bagian terdalam dari diri manusia (tidak berada di permukaan), dan tersembunyi (tidak kasat mata).
Dengan watak yang semacam ini, maka meskipun dalam diri manusia terdapat sekian banyak potensi, tetapi semua potensi itu tidak akan ada artinya, hanya menjadi sebatas potensi, dan tidak akan mampu menciptakan prestasi, ketika tidak diberdayakan, diaktualisasikan, dan diwujudkan dalam bentuk aksi. Potensi yang ada dalam diri tersebut akan tetap menjadi seonggok potensi yang mubazir karena tidak dipergunakan.
Bakat yang dimiliki oleh seseorang pada dasarnya adalah modal awal untuk membangun kesuksesan hidup. Modal ini tidak akan ada artinya jika diposisikan secara pasif. Sebagai ilustrasi misalnya Anda memiliki dana yang cukup besar untuk membangun usaha. Akan tetapi, Anda tidak melakukan apapun untuk memulai usaha. Anda hanya sebatas berangan-angan untuk berusaha, dan tidak pernah mewujudkan angan-angan tersebut dalam langkah yang konkret. Maka dari itu, modal usaha sebesar apapun akan tetap sebatas sebagai modal, tidak berkembang, dan tidak menghasilkan keuntungan sebagaimana yang diharapkan.[7]


 Dalam hal ini, menarik merenungkan penyataan Thomas Wolfe. Menurut Wolfe, jika seseorang memiliki bakat tetapi bakat yang dimiliki tersebut tidak dipergunakan, sesungguhnya ia telah gagal. Ia tidak melakukan sesuatu sehingga juga tidak akan mencapai apapun. Begitu juga ketika ia baru menggunakan setengah dari bakatnya, maka ia berada dalam kondisi setengah gagal. Keberhasilan baru akan dicapai manakala ia mempergunakan bakat yang dimiliki dengan cara menggunakannya secara maksimal untuk mencapai prestasi.
Oleh karena itu, bakat harus dipergunakan dan diberdayakan secara maksimal untuk mencapai hasil yang optimal. Bakat adalah anugerah hidup yang luar biasa yang diberikan Tuhan kepada manusia. Setiap orang pada dasarnya memiliki bakat tertentu, hanya memang sebagian besar orang tidak menyadarinya, atau tidak mengetahuinya, sehingga tidak menemukan bahwa di dalam dirinya tersimpan bakat tertentu.[8]
Dari pemaparan panjang di atas dapat penulis simpulkan bahwa kita perlu untuk memahami dan mengidentifikasi bakat. Hal ini dikarenakan dengan mengetahui bakatnya lah seseorang dapat mengetahui misi hidupnya di masa yang akan datang, akan jadi apa ia kelak, serta ia harus berorientasi untuk mempelajari dan berlatih apa dari masa kini dengan  lebih mudah dan jelas.
Meskipun bakat itu penting dan perlu untuk segera diidentifikasi, namun sebenarnya bukan bakatlah yang menjadi satu-satunya tolak ukur kesuksesan seseorang di masa akan datang. Seperti yang diungkapkan Thomas Alva Edison, yaitu:
“Bakat hanya menentukan keberhasilan sebesar 1 %.
Sisanya adalah perpaduan dari kerja keras dan usaha
terus menerus tanpa kenal lelah.”
                 Dari ungkapan di atas dapat kita pahami bahwa bakat sifatnya memudahkan kita dalam menemukan jati diri dan keahlian kita. Namun, semuanya takkan terjadi jika tidak dibarengi dengan usaha untuk terus berlatih dan belajar. Misalnya saja, ada seseorang yang orang tuanya adalah seniman, dan ia sendiri karena faktor keturunan ternyata memiliki bakat menjadi seorang seniman. Akan tetapi, jika ia tidak selalu mengasah kemampuannya di bidang seni, maka ia hanya akan menjadi seorang seniman yang tak professional dan bahkan jauh tertinggal dibanding seniman lainnya.
B.     Peran Orang Tua dan Guru dalam Menemukan Bakat Anaknya
1.      Peran Orang Tua
Bakat (kemampuan khusus) sebagaimana dengan inteligensi merupakan warisan dari orang tua, nenek, kakek dari pihak ibu dan bapak. Warisan dapat dipupuk dan dikembangkan dengan bermacam cara terutama dengan latihan dan didukung dana yang memadai. Seseorang yang memiliki bakat tertentu sejak kecilnya, tetapi tidak memperoleh kesempatan untuk berkembang disebabkan tidak ada  dana untuk latihan, maka bakatnya tidak dapat berkembang . hal seperti ini dikatakan bakat terpendam.
Pada umumnya anak-anak mempunyai bakat yang dapat diketahui orang tuanya dengan memperhatikan tingkah laku dan kegiatan anaknya sejak dari kecil. Biasanya anak yang memiliki bakat dalam suatu bidang, dia akan gemar sekali melakukan atau membicarakan bidang tersebut.[9]
Bakat juga berperan dalam mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar anak pada bidang-bidang studi tertentu. Karenanya, tidak bijaksana jika orang tua memaksakan kehendaknyauntuk menyekolahkan anaknya pada jurusan keahlian tertentu tanpa mengetahui terlebih dahulu bakat yang dimiliki oleh anaknya itu. Pemaksaan kehendak terhadap anak, dan karena ketidaksadaraan anak terhadap bakatnya sendiri, sehingga ia memilih jurusan keahlian yang sebenarnya bukan bakatnya, (mungkin karena bujukan teman) akan berpengaruh terhadap pretasi belajarnya.[10]
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita konsepkan bahwa peran orang tua di sini dalam membantu anak menemukan bakatnya sangatlah penting. Karena orang tualah yang secara langsung serta senantiasa selalu memperhatikan tingkah polah sang anak dari masa ia dilahirkan hingga masa-masa selanjutnya yang dilalui si anak. Dalam hal ini orang tua harus selalu jeli dalam mengamati tingkah laku anaknya. Misalnya, jika si anak saat kecil sangat suka membongkar mobil-mobilannya dan kemudian merakitnya lagi dengan selalu berusaha teliti, maka mungkin saja anak itu nantinya berpotensi menjadi seorang perancang mobil. Toh, bikankah tak ada yang tak mungkin di dunia ini selama kita selalu berusaha dan berdo’a?
2.      Peran Guru
Di sekolah dengan sistem klasikal, di antara anak yang mayoritas berinteligensi normal, mungkin ada satu atau dua orang anak yang sangat cerdas dan anak yang sangat berbakat (IQ 140 ke atas). Mungkin juga ada anak yang berkecerdasan di bawah batas rata-rata anak yang berkapasitas inteligensi ini tentu saja tidak sama.[11]
Para guru di sekolah dapat mengetahui apakah muridnya memiliki bakat atau tidak dengan melihat rapornya. Bila anak memiliki nilai yang istimewa (9-10) dalam suatu mata pelajaran tertentu, berarti anak memiliki bakat pada mata pelajaran tersebut.[12]
Dalam hal ini, penulis berpendapat bahwa memang benar jika seorang guru dapat mengetahui bakat muridnya dari nilai rapor serta perilakunya dalam kelas. Namun ada baiknya sang guru untuk tidak langsung menganggap bahwa anak itu itu tidak berbakat, mungkin saja dikarenakan metode mengajar sang guru yang tidak cocok dengannya. Dalam hal ini tentunya sang guru tentu akan lebih memperhatikan serta mengamati muridnya itu, dengan demikian ia akan tahu apa yang salah dengan muridnya itu.
C.     Tes Bakat
Untuk mengetahui bakat seseorang secara pasti dapat dilakukan dengan menggunakan tes bakat.  Beberapa tes bakat yang sudah dikenal antara lain:
1.      Tes Bakat DAT (Differential Aptitude Test)
Melalui tes ini dapat diukur berbagai aspek kemampuan seseorang, yaitu:
ü  Kemampuan verbal (bahasa)
ü  Kemampuan berhitung (matematika)
ü  Berpikir abstrak
ü  Hubungan ruang
ü  Kemampuan mekanis
ü  Kecepatan dan ketelitian
2.      Tes Bakat GATB (General Apility Test Bateray)
Melalui tes ini aspek kemampuan seseorang yang dapat diukur yaitu:
ü  Kemampuan verbal
ü  Penguasaan bilangan
ü  Penguasaan ruang
ü  Pengamatan bentuk
ü  Pengenalan tulisan, dan
ü  Koordinasi gerak[13]
Namun demikian, sampai sekarang boleh dikata belum ada tes bakat yang cukup luas daerah pemakaiannya. Berbagai tes bakat yang telah ada seperti misalnya FACT (Flanagan Aptitude Classification Test) yang disusun oleh Flanagan, DAT (Differential Aptitude Test) yang disusun oleh Bennet, M-T test (Mathematical and Technical Test) yang disusun oleh Luningpark masih sangat terbatas daerah berlakunya. Hal ini disebabkan karena test bakat sangat terikat kepada konteks kebudayaan di mana tes itu disusun, sedangkan macam-macamnya bakat juga terikat kepada konteks kebudayaan di mana klasifikasi bakat itu dibuat.
Bagi kita bangsa Indonesia kiranya sangat mendesak untuk segera diciptakannya test bakat itu, baik untuk keperluan pemilihan jabatan atau lapangan kerja, maupun untuk pemilihan arah studi.[14]


BAB III
SIMPULAN
Bakat sangat penting untuk segera diidentifikasi agar seseorang dapat lebih cepat menemukan kejelasan akan arah studi serta potensi/kelebihan apa yang dimilikinya. Namun demikian, yang harus selalu diingat adalah bahwa bakat tidak memiliki manfaat serta peran apapun jika tidak dibarengi dengan usaha untuk selalu belajar dan beratih.
Orang tua dan guru sangat berperan dalam membantu anak menemukan bakat terpendamnya. Karena mereka orang dewasa yang merasa bertanggung jawab sangat peduli akan masa depan si anak maupun anak didik tersebut.
Adapun untuk tes bakat sepertinya Indonesia sangat memerlukannya agar semua orang yang membidangi semua bidangnya masing-masing adalah orang yang benar-benar ahli, kompeten, dan berbakat.



DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. 1991. Psikologi belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Dalyono, M. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Naim, Ngainun. 2009. Menjadi Guru Inspiratif, Memberdayakan dan Mengubah Jalan Hidup Siswa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suryabrata, Sumadi. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.
Syah, Muhibbin. 1999. Psikologi Belajar. Jakarta: Logos.


[1] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press, 2006), h. 160-161.
[2] Ibid.,  h. 161-162.
[3] Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta,1991), h. 78.
[4] M Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 127.
[5]Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos, 1999) h. 135-136.
[6] Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif, Memberdayakan dan Mengubah Jalan Hidup Siswa, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 228-229.
[7] Ibid, h. 229-230.
[8] Ibid, h. 230-231.
[9] M. Dalyono, Op. cit., h. 127-128.
[10] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), h. 139.
[11] Loc. cit., h. 139.
[12] M. Dalyono, Op. cit., h. 128.
[13] Ibid., h. 128-129.
[14] Sumadi Suryabrata,Op. cit., h. 167-168.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar