PGMI

Minggu, 02 Juni 2013

Pembelajaran Membaca Al-Qur'an Hadits



A.    Tujuan Pembelajaran Membaca Al-Qur’an Hadits
Terampil dalam membaca Al-qur’an Hadits menjadi kemampuan paling dasar yang harus dikuasai oleh umat islam. Langkah awal untuk lebih mendalami Al-Qur’an hadits adalah dengan cara mampu membacanya dengan baik dan benar. Terlebih lagi terhadap Al-Qur’an, karena ibadah penting dalam islam, yakni shalat, membutuhkan keterampilan membaca Al-Qur’an dengan baik. Membaca Al-Qur’an saja sudah bernilai ibadah, maka dari itu membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar mempunyai nilai keagamaan yang tinggi. Itulah sebabnya mengapa Al-Qur’an sebagai kitab suci yang dibaca mempunyai peran sentral dalam kehidupan kaum muslimin.
Sejalan dengan proses pelembagaan pengajaran Al-Qur’an (setelah proses unifikasi bacaan Al-Qur’an), berkembang ilmu spesifik pembaca al-qur’an yang dikenal sebagai تجويد  “tajwid” (berasal dari kata جود “jawwada”, yang berarti membuat sesuatu jadi lebih baik ). Dari kitab syarh jazariyah dan al-itqan, yang dikutip oleh ashpshaffat, mengungkap empat cara baca yang tidak diperbolehkan. Pertama, at-tar’id (berguruh) yakni mengguruhkan suara sebagaimana orang yang menggigil kedinginan atau kesakitan. Kedua, at-thartib (kegirangan) merupakan lawan dari yang pertama, membaca dengan “mendendang” hingga melalaikan yang seharusnya dibaca pendek-dipanjangkan atau sebaliknya karena gramatika bahasa Arab tidak pernah membolehkannya. Ketiga at-tahzin (ekspresi sedih), kurangnya menghayati sisi dalam Al-Qur’an. Keempat, at-tarqish (menari-nari/banyak gerak) hendaknya membaca dengan diam dan menghayati. Melihat kondisi tersebut,  tidaklah salah jika ibnu al-jaziri menghukumi wajib untuk menerapkan ilmu tajwid dalam membaca Al-Qur’an demi menjaga keagungan kitab suci selain menjadi kitab yang ditafsirkan juga kitab yang dibaca.
Istilah-istilah yang digunakan untuk menunjukkan ilmu pembacaan al-qur;an cukup banyak. Dalam khasanah literatur islam, seain tajwid, terdapat beberapa istilah lain yang lazim digunakan untuk merujuk ilmu spesifik pembacaan Al-Qur’an.
1.      Tartil (ترتيل) berasal dari kata rattala ( رتل), yang berarti “melagukan.tartil juga mencakup pemahaman tentang tata cara berhenti (waqf) dan meneruskan (washl) dalam pembacaan dan artikulasi yang tepat dalam pembacaan huruf-huruf hujaiyah. Dalam perkembangannya saat ini, istilah tersebut tidak hanya merupakan suatu istilah umum untuk pembacaan al-qur’an, tetapi juga merujuk kepada pembacaannya secara cermat dan perlahan-lahan.
2.      Tilawah ( تلاوة ), berasal dari kata talaa ( تلى ), yang berarti membaca secara tenang, berimbang dan menyenangkan. “pada masa pra-islam, kata ini digunakan untuk merujuk pembacaan syair. Pembacaan semacam ini mencakup cara sederhana pendengungan atau pelaguan.
3.      Qira’ah,  (قر اءة), berasal dari kata (قرا), yang berarti “membaca” yang mesti dibedakan penggunaannya untuk merujuk pada istilah yang berarti keragaman menmbaca Al-Qur’an. Disini pembacaan Al-Qur’an mencakup hal-hal yang ada dalam istilah-istilah lain, seperti tinggi rendahnya nada, penekanan pada pola-pola durasi  bacaan dan lain-lain.
Dengan demikian, jelas terlihat begitu pentingnya kemampuan membaca Al-Qur’an dan hadits bagi ummat islam. Kemampuan ini akan terasah dengan baik jika telah dimulai sejak dini. Anak-anak usia Madrasah Ibtidaiyah adalah usia yang baik untuk menananamkan kemampuan membaca Al-Qur’an dan hadits. Untuk itu perlu dirumuskan tujuan pembelajaran yang jelas dalam prose pendidikannya. Hal ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada anak didik bahwa mampu membaca Al-Qur’an dan hadits dengan baik merupakan hal yang penting dalam ajaran islam.
Dengan mengikutu tiga tujuan pembelajaran, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmad Tafsir (2008), maka pembelajaran membaca Al-Qur’an dan hadits secara terpisah, adalah :
1.      Pembelajaran Membaca Al-Qur’an bertujuan :
a.       Aspek Pengetahuan (knowing)
Dalam hal ini, murid memiliki pengetahuan mengenai  kewajiban seorang muslim untuk menguasai keterampilan membaca Al-Qur’an. Karena langkah awal untuk memahami Al-qur’an adalah dengan cara mampu membaca Al-Qur’an menjadi pintu pertama untuk menghafalkannya., karena hafalan al-qur’an dengan bacaan yang benar menjadi syarat dalam ibadah shalat. Bahkan murid juga memiliki pengetahuan bahwa membaca Al-Qur’an menjadi bagian dari ibadah.
Setelah peserta didik memiliki pengetahuan mengenai pentingnya kemampuan membaca Al-Qur’an, kondisi ini dilanjutkan dengan memberikan pengetahuan bahwa Al-Qur’itu dinarasikan dalam bahasa arab yang memiliki norma, kaidah dan aturan-aturan tersebdiri dalam membacanya. Misalnya yang paling dasar adalah membaca Al-Qur’an dan hadits dimulai dari arah sebelah kanan kekiri. Pada tahap selanjutnya guru juga perlu memberikan pengetahuan bahwa ilmu tajwid adalah bagian dari cabang ilmu yang dapat membantu seseorang untuk membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar. Tentu saja dalam penyampaiannya harus dengan cara bertahap. Untuk ilmu tajwid saja tidak semua cabangnya diberikan kepada sisiwa MI. dengan demikian dibutuhkan kesabaran dn keteladanan dari guru untuk mengarahkan dan mendidik siswanya. Karena pada aspek knowing ini guru harus benar-benar yakin bahwa semua murid telah mengetahui apa yang telah dipelajarinya. Untuk mencapai tujuan ini, guru dapat memilih metode ceramah, tanya jawab, dan demonstrasi.
b.      Aspek Pelaksanaan (Doing)
Dalam hal ini pelaksanaan yang dimaksud adalah peserta didik terampil dalam membaca ayat-ayat dari surat-surat tertentu dalam juz ‘amma yang menjadi materi pelajaran. Untuk mencapai tujuan ini metode yang dapat digunakan adalah demonstrasi.
Setelah para siswa satu kelas dirasa mampu melafalkan secara bersama-sama, guru dapat melkukan pengujian dengan menilai pelafalan para siswa satu persatu.
c.       Aspek Pembiasaan  (being)
Keterampilan dalam melafalkan dan membaca Al-Qur’an itu tidak hanya sekedar untuk diketahui tetapi juga menjadi miliknya dan menyatu dengan kepribadiannya. Dalam contoh di atas, setelah siswa benar-benar terampil dalam membaca Al-qur’an, maka setiap ia hendak membaca Al-Qur’an maka dimulai dengan Al-Fatihah. Terlebih lagi dalam berbagai kesempatan ia gemar untuk membaca Al-Fatihah. Hal yang sama juga terjadi pada surat-surat lain yang telah dipelajarinya.
Untuk menjaga agar pelafalan dan pembacaan murid terhadap surat-surat tetap baik, maka perlu untuk melakukan pembiasaan. Beberapa teknik yang dapat dilakukan misalnya :
a)      Shalat berjamaah
Pelaksanaan shalat berjamaah ini dapat dilakukan sebatas contoh. Kegiatan belajar seperti ini dapat dilakukan dikelas, guru mendemonstrasikan gerakan shalat yang dibarengi dengan pelafalan ayat-ayat dari surat tertentu, yang diikuti oleh siswa.
b)      Membaca Al-Qur’an berjamaah
Langkah pembiasaan untuk melatih keterampilan melafalkan dan membaca surat tertentu dalam juz ‘amma ini adalah dengan melafalkan, bahkan untuk tahap yang lebih tinggi dengan membaca teksnya yang berbahasa Arab, terhadap Al-Qur’an secara bersama-sama. Hal ini diulang beberapa kali dalam satu pertemuan sampai guru yakin para siswa mampu melakukannya. Guru tidak boleh melanjutkan materi untuk melafalkan dan membaca surat selanjutnya,jika para siswa belum benar-benar terampil melafalkan dan membaca surat yang dipelajari tersebut.
c)      Perlombaan
Perlombaan yang dapat dilakukan seperti perlombaan ketangkasan dalam melafalkan atau membaca surat-surat tertentu dalam juz ‘amma. Atau bisa juga dengan guru membagi murid kelas menjadi empat kelompok untuk saling unjuk kebolehan dalam melafalkan dan membaca surat.

2.      Pembelajaran membaca Hadits bertujuan :
1)      Aspek pengetahuan (knowing)
Hadits bagi ummat islam juga memiliki peran yang sangat penting. Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadits berfungsi sebagai penjelas Al-Qur’an. Hadits juga berisi tuntunan-tuntunan yang dilakukan oleh Rasul SAW untuk diikuti oleh umat islam. Pengetahuan semacam inilah yang menjadi landasan awal untuk diajarkan kepada murid. Hadits-hadits yang akan dipelajari oleh murid didasarkan pada tema-tema tertentu. Misalnya, kebersihan, hormat kepada orang tua, persaudaraan dan lain sebagainya. Dengan demikian, setelah menjelaskan fungsi dan kedudukan hadits bagi umat islam, adalah dengan memberikan pengetahuan berdasarkan tema hadits yang akan diajarkan. Misalnya tema tentang kebersihan, maka guru menjelaskan berbagai aspek yang berkenaan dengan kebersihan.
2)      Aspek Pelaksanaan (doing)
Setelah aspek knowing dikuasai, langkah selanjutnya adalah pelaksanaan dari pengetahuan yang ia peroleh. Terampil dalam melafalkan dan membaca teks Arab dari hadits yang menjadi materi pelajaran adalah tujuan pembelajaran aspek doing. Dalam pelaksanaannya guru dapat memilih metode audiolingual, misalnya, berdasarkan pendekatan structural, mengajarkan melafalkan dan membaca hadist dengan mencurahkan perhatian pada kata dan latihan berkali-kali secara intensif dari pola-pola kalimat yang terdapat dalam hadits.
3)      Aspek Pembiasaan (being)
Pengetahuan dan keterampilan membaca yang murid kuasai dari hadits yang telah dipelajari, dilanjutkan dengan proses pembiasaan agar apa yang telah ia ketahui dan kuasai tidak dilupakan. Teknik-teknik yang dapat dilakukan adalah :
a)      Membaca Hadits berjamaah
Dalam proses pembelajaran dikenal istilah apersepsi. Guru dapat memanfaatkan sarana ini untuk membaca hadits secara bersama-sama murid satu kelas. Kegiatan ini diulang beberapa kali hingga murid melakukannya tanpa kesalahan. Guru tidak boleh melanjutkan materi hadits selanjutnya,jika para siswa belum benar-benar yakin bahwa hadits yang telah dipelajari telah dikuasai oleh murid.
b)      Karya wisata
Teknik ini dilakukan dengan cara mengajak murid-murid keluar dari ruangan klas. Misalnya mengajak murid berkeliling disekitar lingkungan sekolah, ketika mengajarkan tema hadits kebersihan, guru dapat memberi penjelasan mengenai tema itu. Guru dapat menyisipkan  hadits tentang kebersihan, sambil meminta para murid melafalkannya secara bersama-sama.

B.     Rumusan Indikator Pembelajaran Membaca Al-Qur’an dan Hadits
Secara garis besar indikator pembelajaran membaca Al-Qur’an dan Hadits adalah diupayakan agar murid :
1.      Melafalkan surat-surat tertentu dalam juz amma dan hadits-hadits pilihan sebagai tahap awal membaca.
Dalam proses pembelajaran membaca Al-Qur’an dan Hadits, sebagai langkah awal, langkah yang dilakukan adalah dengan cara melafalkan. Dalam hal ini murid mampu melafalkan surat-surat dalam juz ‘amma dan hadits-hadits pilihan yang menjadi materi pelajaran. Indikator ketercapaian pembelajaran melafalkan ini, diusahakan murid mampu:
a.       Melafalkan ayat-ayat dari surat juz ‘amma dan hadits sebagaimana yang diujarkan oleh guru dengan baik dan benar.
b.      Melafalkan ayat-ayat dari surat juz ‘amma dan hadits dengan lancar,fasih dan sesuai makhrajnya.
2.      Membaca huruf-huruf hijaiyah sesuai makhrajnya.
Proses selanjutnya adalah murid mulai diajarkan membaca huruf-huruf hijaiyah.indikator yang dirumuskan dalam membaca huruf hijaiyah adalah :
a.       Mengidentifikasi huruf-huruf hijaiyah sesuai makhrajnya.
b.      Membaca huruf-huruf hijaiyah secara terpisah dengan tanda baca sesuai makhrajnya.
c.       Membaca huruf-huruf  hijaiyah secara bersambung dengan tanda baca sesuai makhrajnya.
3.      Membaca Al-Qur’an dan Hadits dengan baik dan benar sesuai kaidah ilmu tajwid.
Kelanjutan dari proses diatas adalah murid telah terampil dan mampu membaca Al-Qur’an dan Hadits dengan baik dan benar. Khususnya untuk Al-Qur’an murid mampu membaca surat-surat juz amma sesuai dengan kaidah tajwid. Dengan demikian, indikator katercapaian dalam proses pembelajaran membaca pada tingkat ini murid mampu:
a.       Membaca Al-Qur’an dan Hadits dengan lancer dan fasih sesuai makharijul hurufnya. 
b.   Membaca Al-Qur’an dengan lancar, fasih sesuai makharijul hurufnya dan sesuai dengan kaidah tajwid.


Referensi: 
Lutfi, Ahmad. 2009.   Pembelajaran Al-Qur’an & Hadits.  Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI

Note: ini isi dari makalah kelompok saya pada salah satu mata kuliah,,, dikerjakan bersama. ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar