A.
Tujuan Pembelajaran Membaca Al-Qur’an Hadits
Terampil dalam
membaca Al-qur’an Hadits menjadi kemampuan paling dasar yang harus dikuasai
oleh umat islam. Langkah awal untuk lebih mendalami Al-Qur’an hadits adalah
dengan cara mampu membacanya dengan baik dan benar. Terlebih lagi terhadap
Al-Qur’an, karena ibadah penting dalam islam, yakni shalat, membutuhkan keterampilan
membaca Al-Qur’an dengan baik. Membaca Al-Qur’an saja sudah bernilai ibadah,
maka dari itu membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar mempunyai nilai keagamaan
yang tinggi. Itulah sebabnya mengapa Al-Qur’an sebagai kitab suci yang dibaca
mempunyai peran sentral dalam kehidupan kaum muslimin.
Sejalan dengan
proses pelembagaan pengajaran Al-Qur’an (setelah proses unifikasi bacaan
Al-Qur’an), berkembang ilmu spesifik pembaca al-qur’an yang dikenal sebagai تجويد “tajwid” (berasal dari
kata جود
“jawwada”, yang berarti membuat sesuatu jadi lebih baik ). Dari kitab syarh
jazariyah dan al-itqan, yang dikutip oleh ashpshaffat, mengungkap empat cara
baca yang tidak diperbolehkan. Pertama, at-tar’id (berguruh) yakni mengguruhkan
suara sebagaimana orang yang menggigil kedinginan atau kesakitan. Kedua,
at-thartib (kegirangan) merupakan lawan dari yang pertama, membaca dengan
“mendendang” hingga melalaikan yang seharusnya dibaca pendek-dipanjangkan atau
sebaliknya karena gramatika bahasa Arab tidak pernah membolehkannya. Ketiga
at-tahzin (ekspresi sedih), kurangnya menghayati sisi dalam Al-Qur’an. Keempat,
at-tarqish (menari-nari/banyak gerak) hendaknya membaca dengan diam dan
menghayati. Melihat kondisi tersebut, tidaklah
salah jika ibnu al-jaziri menghukumi wajib untuk menerapkan ilmu tajwid dalam
membaca Al-Qur’an demi menjaga keagungan kitab suci selain menjadi kitab yang
ditafsirkan juga kitab yang dibaca.
Istilah-istilah
yang digunakan untuk menunjukkan ilmu pembacaan al-qur;an cukup banyak. Dalam
khasanah literatur islam, seain tajwid, terdapat beberapa istilah lain yang
lazim digunakan untuk merujuk ilmu spesifik pembacaan Al-Qur’an.
1.
Tartil (ترتيل)
berasal dari kata rattala ( رتل), yang berarti “melagukan.tartil juga mencakup pemahaman
tentang tata cara berhenti (waqf) dan meneruskan (washl) dalam pembacaan dan
artikulasi yang tepat dalam pembacaan huruf-huruf hujaiyah. Dalam
perkembangannya saat ini, istilah tersebut tidak hanya merupakan suatu istilah
umum untuk pembacaan al-qur’an, tetapi juga merujuk kepada pembacaannya secara
cermat dan perlahan-lahan.
2.
Tilawah ( تلاوة ), berasal dari kata talaa ( تلى
), yang berarti membaca secara tenang, berimbang dan menyenangkan.
“pada masa pra-islam, kata ini digunakan untuk merujuk pembacaan syair.
Pembacaan semacam ini mencakup cara sederhana pendengungan atau pelaguan.
3.
Qira’ah, (قر
اءة), berasal dari kata (قرا), yang berarti
“membaca” yang mesti dibedakan penggunaannya untuk merujuk pada istilah yang
berarti keragaman menmbaca Al-Qur’an. Disini pembacaan Al-Qur’an mencakup
hal-hal yang ada dalam istilah-istilah lain, seperti tinggi rendahnya nada,
penekanan pada pola-pola durasi bacaan
dan lain-lain.
Dengan demikian, jelas terlihat begitu pentingnya kemampuan membaca
Al-Qur’an dan hadits bagi ummat islam. Kemampuan ini akan terasah dengan baik
jika telah dimulai sejak dini. Anak-anak usia Madrasah Ibtidaiyah adalah usia
yang baik untuk menananamkan kemampuan membaca Al-Qur’an dan hadits. Untuk itu
perlu dirumuskan tujuan pembelajaran yang jelas dalam prose pendidikannya. Hal
ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada anak didik bahwa mampu membaca
Al-Qur’an dan hadits dengan baik merupakan hal yang penting dalam ajaran islam.
Dengan mengikutu tiga tujuan pembelajaran, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Ahmad Tafsir (2008), maka pembelajaran membaca Al-Qur’an dan
hadits secara terpisah, adalah :
1.
Pembelajaran Membaca Al-Qur’an bertujuan :
a.
Aspek Pengetahuan (knowing)
Dalam hal ini,
murid memiliki pengetahuan mengenai
kewajiban seorang muslim untuk menguasai keterampilan membaca Al-Qur’an.
Karena langkah awal untuk memahami Al-qur’an adalah dengan cara mampu membaca
Al-Qur’an menjadi pintu pertama untuk menghafalkannya., karena hafalan
al-qur’an dengan bacaan yang benar menjadi syarat dalam ibadah shalat. Bahkan
murid juga memiliki pengetahuan bahwa membaca Al-Qur’an menjadi bagian dari
ibadah.
Setelah peserta
didik memiliki pengetahuan mengenai pentingnya kemampuan membaca Al-Qur’an,
kondisi ini dilanjutkan dengan memberikan pengetahuan bahwa Al-Qur’itu
dinarasikan dalam bahasa arab yang memiliki norma, kaidah dan aturan-aturan
tersebdiri dalam membacanya. Misalnya yang paling dasar adalah membaca Al-Qur’an
dan hadits dimulai dari arah sebelah kanan kekiri. Pada tahap selanjutnya guru
juga perlu memberikan pengetahuan bahwa ilmu tajwid adalah bagian dari cabang
ilmu yang dapat membantu seseorang untuk membaca Al-Qur’an dengan baik dan
benar. Tentu saja dalam penyampaiannya harus dengan cara bertahap. Untuk ilmu
tajwid saja tidak semua cabangnya diberikan kepada sisiwa MI. dengan demikian
dibutuhkan kesabaran dn keteladanan dari guru untuk mengarahkan dan mendidik
siswanya. Karena pada aspek knowing ini guru harus benar-benar yakin bahwa
semua murid telah mengetahui apa yang telah dipelajarinya. Untuk mencapai
tujuan ini, guru dapat memilih metode ceramah, tanya jawab, dan demonstrasi.
b.
Aspek Pelaksanaan (Doing)
Dalam hal ini
pelaksanaan yang dimaksud adalah peserta didik terampil dalam membaca ayat-ayat
dari surat-surat tertentu dalam juz ‘amma yang menjadi materi pelajaran. Untuk
mencapai tujuan ini metode yang dapat digunakan adalah demonstrasi.
Setelah para
siswa satu kelas dirasa mampu melafalkan secara bersama-sama, guru dapat
melkukan pengujian dengan menilai pelafalan para siswa satu persatu.
c.
Aspek Pembiasaan (being)
Keterampilan
dalam melafalkan dan membaca Al-Qur’an itu tidak hanya sekedar untuk diketahui
tetapi juga menjadi miliknya dan menyatu dengan kepribadiannya. Dalam contoh di
atas, setelah siswa benar-benar terampil dalam membaca Al-qur’an, maka setiap
ia hendak membaca Al-Qur’an maka dimulai dengan Al-Fatihah. Terlebih lagi dalam
berbagai kesempatan ia gemar untuk membaca Al-Fatihah. Hal yang sama juga
terjadi pada surat-surat lain yang telah dipelajarinya.
Untuk menjaga
agar pelafalan dan pembacaan murid terhadap surat-surat tetap baik, maka perlu
untuk melakukan pembiasaan. Beberapa teknik yang dapat dilakukan misalnya :
a)
Shalat berjamaah
Pelaksanaan
shalat berjamaah ini dapat dilakukan sebatas contoh. Kegiatan belajar seperti
ini dapat dilakukan dikelas, guru mendemonstrasikan gerakan shalat yang
dibarengi dengan pelafalan ayat-ayat dari surat tertentu, yang diikuti oleh
siswa.
b)
Membaca Al-Qur’an berjamaah
Langkah
pembiasaan untuk melatih keterampilan melafalkan dan membaca surat tertentu
dalam juz ‘amma ini adalah dengan melafalkan, bahkan untuk tahap yang lebih
tinggi dengan membaca teksnya yang berbahasa Arab, terhadap Al-Qur’an secara
bersama-sama. Hal ini diulang beberapa kali dalam satu pertemuan sampai guru
yakin para siswa mampu melakukannya. Guru tidak boleh melanjutkan materi untuk
melafalkan dan membaca surat selanjutnya,jika para siswa belum benar-benar
terampil melafalkan dan membaca surat yang dipelajari tersebut.
c)
Perlombaan
Perlombaan yang
dapat dilakukan seperti perlombaan ketangkasan dalam melafalkan atau membaca
surat-surat tertentu dalam juz ‘amma. Atau bisa juga dengan guru membagi murid
kelas menjadi empat kelompok untuk saling unjuk kebolehan dalam melafalkan dan
membaca surat.
2.
Pembelajaran membaca Hadits bertujuan :
1)
Aspek pengetahuan (knowing)
Hadits
bagi ummat islam juga memiliki peran yang sangat penting. Sebagai sumber ajaran
kedua setelah Al-Qur’an, hadits berfungsi sebagai penjelas Al-Qur’an. Hadits
juga berisi tuntunan-tuntunan yang dilakukan oleh Rasul SAW untuk diikuti oleh
umat islam. Pengetahuan semacam inilah yang menjadi landasan awal untuk
diajarkan kepada murid. Hadits-hadits yang akan dipelajari oleh murid
didasarkan pada tema-tema tertentu. Misalnya, kebersihan, hormat kepada orang
tua, persaudaraan dan lain sebagainya. Dengan demikian, setelah menjelaskan
fungsi dan kedudukan hadits bagi umat islam, adalah dengan memberikan
pengetahuan berdasarkan tema hadits yang akan diajarkan. Misalnya tema tentang
kebersihan, maka guru menjelaskan berbagai aspek yang berkenaan dengan
kebersihan.
2)
Aspek Pelaksanaan (doing)
Setelah
aspek knowing dikuasai, langkah selanjutnya adalah pelaksanaan dari pengetahuan
yang ia peroleh. Terampil dalam melafalkan dan membaca teks Arab dari hadits
yang menjadi materi pelajaran adalah tujuan pembelajaran aspek doing. Dalam
pelaksanaannya guru dapat memilih metode audiolingual, misalnya, berdasarkan
pendekatan structural, mengajarkan melafalkan dan membaca hadist dengan
mencurahkan perhatian pada kata dan latihan berkali-kali secara intensif dari
pola-pola kalimat yang terdapat dalam hadits.
3)
Aspek Pembiasaan (being)
Pengetahuan
dan keterampilan membaca yang murid kuasai dari hadits yang telah dipelajari,
dilanjutkan dengan proses pembiasaan agar apa yang telah ia ketahui dan kuasai
tidak dilupakan. Teknik-teknik yang dapat dilakukan adalah :
a)
Membaca Hadits berjamaah
Dalam proses
pembelajaran dikenal istilah apersepsi. Guru dapat memanfaatkan sarana ini
untuk membaca hadits secara bersama-sama murid satu kelas. Kegiatan ini diulang
beberapa kali hingga murid melakukannya tanpa kesalahan. Guru tidak boleh
melanjutkan materi hadits selanjutnya,jika para siswa belum benar-benar yakin bahwa
hadits yang telah dipelajari telah dikuasai oleh murid.
b)
Karya wisata
Teknik ini
dilakukan dengan cara mengajak murid-murid keluar dari ruangan klas. Misalnya
mengajak murid berkeliling disekitar lingkungan sekolah, ketika mengajarkan
tema hadits kebersihan, guru dapat memberi penjelasan mengenai tema itu. Guru
dapat menyisipkan hadits tentang
kebersihan, sambil meminta para murid melafalkannya secara bersama-sama.
B.
Rumusan Indikator Pembelajaran Membaca Al-Qur’an dan Hadits
Secara
garis besar indikator pembelajaran membaca Al-Qur’an dan Hadits adalah
diupayakan agar murid :
1.
Melafalkan surat-surat tertentu dalam juz amma dan hadits-hadits
pilihan sebagai tahap awal membaca.
Dalam
proses pembelajaran membaca Al-Qur’an dan Hadits, sebagai langkah awal, langkah
yang dilakukan adalah dengan cara melafalkan. Dalam hal ini murid mampu
melafalkan surat-surat dalam juz ‘amma dan hadits-hadits pilihan yang menjadi
materi pelajaran. Indikator ketercapaian pembelajaran melafalkan ini,
diusahakan murid mampu:
a.
Melafalkan ayat-ayat dari surat juz ‘amma dan hadits sebagaimana
yang diujarkan oleh guru dengan baik dan benar.
b.
Melafalkan ayat-ayat dari surat juz ‘amma dan hadits dengan
lancar,fasih dan sesuai makhrajnya.
2.
Membaca huruf-huruf hijaiyah sesuai makhrajnya.
Proses
selanjutnya adalah murid mulai diajarkan membaca huruf-huruf hijaiyah.indikator
yang dirumuskan dalam membaca huruf hijaiyah adalah :
a.
Mengidentifikasi huruf-huruf hijaiyah sesuai makhrajnya.
b.
Membaca huruf-huruf hijaiyah secara terpisah dengan tanda baca
sesuai makhrajnya.
c.
Membaca huruf-huruf hijaiyah
secara bersambung dengan tanda baca sesuai makhrajnya.
3.
Membaca Al-Qur’an dan Hadits dengan baik dan benar sesuai kaidah
ilmu tajwid.
Kelanjutan
dari proses diatas adalah murid telah terampil dan mampu membaca Al-Qur’an dan
Hadits dengan baik dan benar. Khususnya untuk Al-Qur’an murid mampu membaca
surat-surat juz amma sesuai dengan kaidah tajwid. Dengan demikian, indikator
katercapaian dalam proses pembelajaran membaca pada tingkat ini murid mampu:
a.
Membaca Al-Qur’an dan Hadits dengan lancer dan fasih sesuai
makharijul hurufnya.
b. Membaca Al-Qur’an dengan lancar, fasih sesuai
makharijul hurufnya dan sesuai dengan kaidah tajwid.
Referensi:
Lutfi, Ahmad. 2009. Pembelajaran
Al-Qur’an & Hadits. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI
Note: ini isi dari makalah kelompok saya pada salah satu mata kuliah,,, dikerjakan bersama. ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar