A.
Pengertian
Politik
Kata
“politik” secara etimologis berasal dari bahasa Yunani Politeia, yang
akar katanya adalah polis, berarti kesatuan masyarakat yang berdiri
sendiri, yaitu Negara dan teia, berarti urusan. Dalam bahasa Indonesia,
politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga Negara
suatu bangsa. Politik merupakan suatu rangkaian asas, prinsip, keadaan, jalan,
cara dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang kita
kehendaki. Politics dan policy memiliki hubungan yang erat dan
timbal balik. Politics memberikan asas, jalan, arah, dan medannya,
sedangkan policy memberikan pertimbangan cara pelaksanaan asas, arah,
dan jalan tersebut sebaik-baiknya.
Dalam
bahasa Inggris, politics adalah suatu rangkaian asas (prinsip), keadaan,
cara, dan alat yang digunakan untuk mencapai cita-cita atau tujuan tertentu.
Sedangkan policy, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai
kebijaksanaan, adalah penggunaan pertimbangan-pertimbangan yang dianggap dapat
lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita atau tujuan yang
dikehendaki. Pengambilan kebijaksanaan biasanya dilakukan oleh seorang
pemimpin.[1]
B.
Orientasi
Dasar Politik
Orientasi
dasar politik (basic political orientation), menurut Easton (1957: 311-312),
mencakup tiga elemen utama. Pertama, objek politik (political objects)
atau kesan yang dipersepsikan (perceived
images). Karena kita tidak dapat bertindak dalam kevakuman, maka manakala
kita melakukan tindakan politik kita harus mengarahkan diri kita pada objek
politik tertentu. Kita menginginkan sesuatu dari pemerintah, kita mendukung
suatu partai atau seseorang, dan sebagainya. Inilah orang-orang atau
lembaga-lembaga yang menjadi objek tuntutan politik.
Kedua, nilai-nilai (values) atau kesan yang diinginkan (desired
images). Mengetahui kesan yang diinginkan sama halnya dengan pencarian satu
aspek sistem kepercayaan dalam sistem politik. Untuk tujuan ini kita perlu
menemukan jawaban atas pertanyaan seperti berikut ini. Doktrin atau filosofi
politik apakah yang diikuti oleh para anggota? Siapakah yang dikehendaki oleh
para anggota untuk menjadi otoritas politik mereka? Dan sebagainya. Dengan
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini kita dapat mengidentifikasi dan
mengungkapkan norma-norma politik dasar yang diyakini oleh anggota dari sistem
politik dan membandingkan mereka untuk membuat pengelompokkan dan
pemisahan dalam sejumlah variasi.
Ketiga, sikap politik (political attitude). Anggota-anggota dari
suatu sistem memperlihatkan beragam sikap terhadap objek-objek politik, dan
mereka mungkin saja berbeda.
Bagi
Easton (1957: 312), tiga orientasi dasar politik di atas tidak diperoleh secara
terpisah selama proses politisasi. Ketiganya satu sama lain saling terkait.[2]
C.
Sistem
Politik
Konsep
sistem politik dalam kaitannya dengan situasi yang nyata seperti negara,
berusaha melihat dan mempelajari mengenai gejala-gejala atau kejadian-kejadian
yang bersifat politik dalam konteks tingkah laku di dalam masyarakat. Tingkah
laku politik dianggap merupakan salah satu bagian dari tingkah laku sosial
secara keseluruhan. Dengan pemikiran ini dimaksudkan masyarakat merupakan suatu
sistem sosial yang pada hakikatnya terdiri dari bermacam-macam proses. Salah
satu diantara bermacam-macam proses itu dapat dilihat gejala-gejala politik
sebagai suatu kumpulan proses tersendiri yang menunjukkan adanya perbedaan
dengan proses-proses lainnya. Inilah yang dimaksud dengan sistem politik.
Singkatnya berkaitan dengan kehidupan negara, yang dimaksud sistem politik
adalah suatu pola kehidupan yang menyangkut hal ikhwal kenegaraan dalam satu
kebulatan utuh.
Dengan
demikian sistem politik pada dasarnya mencakup:
·
Kehidupan
lembaga-lembaga negara (Suprastruktur politik), baik kehidupan di masing-masing
lembagamaupun hubungan antara lembaga negara yang ada.
·
Pola
kehidupan dan tata hubungan antara lembaga sosio politik yang nyata dalam
kehidupan pemerintahan negara (infrastruktur politik atau non legal bodies)[3]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar